Dunia memperoleh sebagian besar energi dari pembakaran bahan bakar
fosil yang berupa pembakaran minyak bumi, arang maupun gas bumi. Ketika
pembakaran berlangsung sempurna, seluruh unsur karbon dari senyawa ini
diubah menjadi karbon dioksida. Senyawa karbon dari bahan bakar fosil
telah tersimpan di dalam bumi selama beratus-ratus milliar tahun
lamanya. Dalam jangka waktu satu atau dua abab ini, senyawa karbon ini
dieksploitasi dan diubah menjadi karbon dioksida. Tidak semua karbon
dioksida berada di atmosfir (sebagian darinya larut di laut dan danau,
sebagian juga diubah menjadi bebatuan dalam wujud karbonat kalsium dan
magnesium), tetapi hasil pengukuran menunjukkan bahwa kadar CO2 di atmosfir perlahan-lahan meningkat tiap tahun dan terus meningkat dekade-dekade terakhir.
Peningkatan dari kadar CO2
di atmosfir menimbulkan masalah-masalah penting yang disebabkan oleh
alasan-alasan berikut ini. Karbon dioksida memiliki sifat
memperbolehkan cahaya sinar tampak untuk lewat melaluinya tetapi
menyerap sinar infra merah. Agar bumi dapat mempertahankan temperatur
rata-rata, bumi harus melepaskan energi setara dengan energi yang
diterima. Energi diperoleh dari matahari yang sebagian besar dalam
bentuk cahaya sinar tampak. Oleh karena CO2 di atmosfer
memperbolehkan sinar tampak untuk lewat, energi lewat sampai ke
permukaan bumi. Tetapi energi yang kemudian dilepaskan (dipancarkan)
oleh permukaan bumi sebagian besar berada dalam bentuk infra merah,
bukan cahaya sinar tampak, yang oleh karenanya disearap oleh atmosfer
CO2. Sekali molekul CO2 menyerap energi dari
sinar infra merah, energi ini tidak disimpan melainkan dilepaskan
kembali ke segala arah, memancarkan balik ke permukaan bumi. Sebagai
konsekuensinya, atmosfer CO2 tidak menghambat energi
matahari untuk mencapai bumi, tetapi menghambat sebagian energi untuk
kembali ke ruang angkasa. Fenomena ini disebut dengan efek rumah kaca.
Kita mungkin menduga adanya peningkatan bertahap dari temperatur
rata-rata permukaan bumi atau pemanasan global, sebagai akibat dari
bertambahnya kadar CO2 tiap tahunnya. Sesungguhnya, tidak
diperlukan peningkatan yang tinggi dari temperatur rata-rata untuk
mengakibatkan perubahaan pada cuaca bumi. Peningkatan 4 derajat celcius
cukup untuk sebagian besar antartik mencair dan berakibat tenggelamnya
beberapa negara-negara pantai di seluruh dunia. Tetapi apakah
sesungguhnya temperatur rata-rata terus meningkat? Hasil pengukuran
menunjukkan temperatur rata-rata bumi meningkat, 0.6 derajat celcius,
dari tahun 1880 sampai 1940, lalu kembali menurun, kurang lebih 0.3
derajat celcius, dari tahun 1940 sampai 1975, walaupun konsentrasi dari
CO2 pada atmosfer terus meningkat pada masa itu. Sejak
tahun 1975 temperatur bumi kembali meningkat secara perlahan-lahan.
Pada dasarnya, sampai saat ini kita tidak memastikan seberapa jauh efek
rumah kaca berdampak pada perubahan cuaca bumi. Ada banyak faktor yang
terlibat didalamnya, dan penelitian terus berlanjut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar